Dongeng Indonesia adalah khazanah budaya yang kaya akan nilai-nilai moral, petuah kehidupan, dan cerita-cerita yang menghibur. Namun, di balik pesonanya, banyak dongeng yang secara tidak sadar memperkuat stereotip terkait gender, kelas sosial, dan perilaku. Mulai dari perempuan yang digambarkan pasif dan selalu menunggu penyelamat, hingga tokoh orang kaya yang sering dilukiskan sombong dan serakah kisah-kisah ini mencerminkan norma sosial di zamannya.

Melalui Koridor Ide Batch 14 bertema “Stereotypes in Tales”, kita diajak untuk mengeksplorasi kembali dongeng-dongeng tersebut dengan perspektif baru. Apakah stereotip yang terkandung di dalamnya masih relevan dengan nilai-nilai masyarakat modern? Atau sudah saatnya kita mengubah cara pandang terhadap cerita-cerita ini?

Dongeng sering kali menjadi cerminan nilai-nilai masyarakat pada masa ia diciptakan. Namun, seiring berjalannya waktu, beberapa pesan yang terkandung di dalamnya justru bisa menjadi bias dan tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman. Berikut beberapa stereotip yang sering muncul dalam dongeng:

  1. Stereotip Gender
    Perempuan sering digambarkan sebagai sosok yang lemah, pasif, dan selalu membutuhkan penyelamat. Sementara laki-laki dianggap sebagai pahlawan yang kuat dan berani. Contohnya, tokoh putri yang hanya menunggu pangeran datang untuk menyelamatkannya.
  2. Stereotip Kelas Sosial
    Orang kaya sering dilukiskan sombong, serakah, atau jahat, sementara orang miskin digambarkan sebagai sosok yang baik hati dan selalu menderita. Hal ini bisa memperkuat pandangan yang tidak adil tentang kelas sosial.
  3. Stereotip Perilaku
    Tokoh yang cantik atau tampan sering diasosiasikan dengan kebaikan, sementara yang buruk rupa dianggap jahat. Pesan semacam ini bisa memengaruhi cara anak-anak memandang diri sendiri dan orang lain.

Dongeng memiliki peran penting dalam membentuk pola pikir dan nilai-nilai anak sejak dini. Namun, jika stereotip yang terkandung di dalamnya tidak disadari, hal ini bisa memperkuat bias dan ketidaksetaraan dalam masyarakat. Workshop Koridor Ide Batch 14 mengajak kita untuk:

  1. Mengidentifikasi Stereotip dalam Dongeng
    Dengan memahami stereotip yang ada, kita bisa lebih kritis dalam menilai pesan yang disampaikan oleh sebuah cerita.
  2. Membuka Diskusi tentang Relevansi
    Apakah stereotip-stereotip ini masih relevan dengan nilai-nilai masyarakat modern? Bagaimana kita bisa menceritakan kembali dongeng dengan cara yang lebih inklusif?
  3. Menciptakan Narasi Baru
    Dengan perspektif baru, kita bisa mengubah cara bercerita—menghadirkan tokoh-tokoh yang lebih beragam, kuat, dan inspiratif tanpa terikat oleh stereotip lama.

Dongeng tidak hanya sekadar cerita pengantar tidur. Ia adalah alat yang powerful untuk menyampaikan pesan dan membentuk cara pandang. Dengan melihat kembali dongeng melalui lensa yang lebih kritis, kita bisa menciptakan narasi yang lebih inklusif, adil, dan menginspirasi generasi mendatang.

Mari bersama-sama membongkar stereotip dalam dongeng dan menciptakan cerita yang lebih bermakna! ✨