Prestasi siswa SMK dalam mengaplikasikan keahliannya menjadi produk yang solutif bagi masyarakat, menjadi cerita sukses yang inspiratif, seperti produk otomotif yang lahir dari keahlian anak-anak SMK, yaitu mobil Esemka, komputer Zyrex, Buggy Car dan lain-lain. Tidak hanya itu, prestasi international juga berhasil diperoleh melalu ajang World Skill Competition – kompetisi tingkat dunia yang memperlombakan keahlian dan Indonesia meraih medali emas, perak juga medallion excellence.
Lulusan SMK juga banyak dilirik oleh perusahaan untuk direkrut sebagai tenaga kerjanya. Hingga 2016, sebanyak 380 siswa lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) bekerja dengan status magang di Jepang. Khusus lulusan SMK dari Jawa Timur menjadi tenaga lulusan yang mereka minati.
Fakta tersebut membawa dampak bahwa sekolah menengah kejuruan semakin diminati masyarakat dan sudah menjadi bagian terpadu dari Sistem Pendidikan Nasional. Di samping bertujuan menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), SMK berkomitmen untuk membantu mengurangi jumlah pengangguran usia produktif.
Sistem pendidikan sekolah menengah kejuruan khusus berorientasi pada kebutuhan pasar akan tenaga kerja yang terampil dan siap berkarya. Sementara perspektif industri, mereka juga membutuhakan tenaga kerja yang terampil terhadap teknologi industri kekinian.
Perlu diperhatikan kembali bahwa kurikulum saat ini belum tentu menjawab kebutuhan pasar tenaga kerja saat tiga/empat tahun kedepan siswa menyelesaikan studinya. Maka pendidikan SMK juga seharusnya mempersiapkan siswa untuk mempelajari teknologi industri tiga atau empat tahun ke depan. Sehingga saat lulus, siswa siap dan memiliki kapasitas up to date sesuai dengan aplikasi teknologi yang dijalankan oleh perusahaan. Perkembangan penggunaan teknologi di dunia industri sebagai user sangat cepat terlebih industri asing yang masuk ke Indonesia. SMK harus diperbanyak factory learning sebagai kunci sukses kompetensi lulusannya yang dibutuhkan user/industri.
Belajar dari SMK yang ada di beberapa negara maju, mereka dibebankan untuk menyiapkan laboratorium-laboratorium dengan peralatan dan teknologi yang dasar, sementara pihak industri/pabrik menyiapkan teknologi yang canggih dan terkini dan mereka bersedia menjadikan industrinya sebagai Factory Learning (Teaching Factory and Teaching Industry). Sebagai contohnya, di dunia kesehatan, sebuah ada rumah sakit yang ditetapkan menjadi rumah sakit pendidikan dimana profesionalitas tenaga non medis dan medis ditempa dalam “laboratorium“ yang sebenar-benarnya dan nyata dengan ilmu pengetahuan dan teknologi kekiniannya. Tantangannya memang industri/pabrik harus bersedia menjadi factory learning dengan segala konsekuensinya, di pihak sekolah guru dan siswa harus bersiap untuk berkontribusi profesional dengan budaya kerja industri terkait sehingga perjalanan produksinya tetap berjalan sebagaimana biasanya walaupun pabriknya dijadikan factory learning.
Dorongan dari pemerintah pusat dan provinsi dibutuhkan agar para industriawan bersedia dan berkomitmen menjadi factory learning. Reward dan insentif tertentu kepada industri, bisa menjadi stimulus untuk memacu industri bersedia menjadi factory learning dengan penuh dedikasi.
Penulis:
Murpin Josua Sembiring, M.Si
Sekjen Forum Pendidikan Jawa Timur dan Anggota Dewan Pertimbangan Kadin Surabaya.
Sumber:
http://forumpendidikanjatim.org/artikel/26/09/2016/perbanyak-sekolah-menenggah-kejuruan-smk-perbanyak-factory-learning/