Harga Komoditi Melonjak
Lagi-Lagi “Operasi Pasar” Muncul Sebagai Pahlawan Klasik
Data menunjukkan komoditi cabai rawit Jawa Timur di awal Februari 2018 berada di angka Rp. 29.000/Kg, sedangkan di awal Maret 2018 rata-rata Jawa Timur melonjak hingga Rp. 55.000/Kg dan Surabaya terpantau paling tinggi mencapai Rp. 65.000/Kg. Komoditi beras rata-rata Jatim saat ini mulai stabil meski masih dijumpai beras premium di harga Rp. 13.000/Kg dan medium Rp. 10.000/Kg di mana HET kita Rp. 12.800/Kg untuk beras premium dan Rp. 9.450/kg untuk beras kualitas medium.
“Stok cabai dilaporkan cukup tinggi, namun bagaimana mungkin terjadi kelonjakan harga komoditi, apakah satgas pangan masih efektif dalam menjalankan perannya dalam mengamati dan mencermati indikasi spekulan, penimbunan barang dan sebagainya?” tanya Dr. Murpin J. Sembiring pengamat ekonomi dan rektor UWIKA yang hadir sebagai nara sumber di acara Update Pagi SBO TV. Beliau menambahkan bahwa sebaiknya kita mencermati secara fundamental. Menilik pada Perpres No. 71 tahun 2015 mengenai “Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting”, memberi kewenangan pada Mendag dalam penetapan harga, tata kelola stock, manajemen eksport import, maka Disperindag memiliki kekuatan dalam mengatur semua ini. Termasuk Perpres No. 48 tahun 2016 mengenai “Penugasan Kepada Perusahaan Umum (Perum) Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional”, bagaimana manajemen stok dan pergudangannya yang professional dengan menggunakan teknologi terapan. Negara lain telah mengaplikasikan penggunaan teknologi nuklir dan iradiasi sinar gamma pada pengolahan bahan pangan sehingga dapat mengawetkan stok komoditi di gudang selama 5 tahun tanpa menurunkan kualitas barang secara signifikan. Hal-hal fundamental dengan pemanfaatan teknologi ini harus ditempuh. Rekayasa bioteknologi yang menghasilkan bibit-bibit komoditas yang unggul, tahan terhadap cuaca ekstrem ini benar-benar harus ditempuh.
Dengan ini semua dan implikasi saat ini Dr. Murpin melihat bahwa kita selalu mengalami hal yang sama dan membicarakan hal yang sama setiap tahun, dan respon atas hal ini adalah dilakukannya operasi pasar, “selalu yang tradisional ini yang dilakukan”, tegasnya. Dilakukannya operasi pasar itu pun secara terbuka, di mana seharusnya operasi pasar dilakukan secara tertutup dengan inspeksi langsung. Yang membuat geleng-geleng kepala adalah, ketika petani kita panen garam, justru pemerintah mengimport garam, begitu juga terjadi pada komoditi lainnya. Dengan kejadian ini penentu kebijakan yakni kementerian terkait tidak berpihak kepada petani atau pengusaha lokal kita, justru memberi peluang kepada importir, dimana para importir ini sudah bukan menjadi rahasia umum bahwa mereka sering ‘kawin siri’ dengan elit politik atau penentu regulasi.
Dr. Murpin mengatakan, “dengan berbagai alasan menjadi tameng dan alasan, mengapa tidak kita segera beralih pada teknologi untuk mendukung komoditi kita, mengaca pada negara-negara lain yang sudah mengaplikasikannya seperti di Thailand dan Kanada. Melihat juga negara tetangga kita Malaysia yang memiliki regulasi cukup kuat dimana mereka sungguh-sungguh mengatur kestabilan harga setiap saat dan ini menjadi jaminan kepada warganya. Tidak peduli saat lebaran atau saat apapun pemerintah tegas dengan regulasi tersebut, sehingga bagi pedagang atau hingga distributor yang menaikkan harga sesukanya akan mendapat konsekuensi hukum yang cepat dan tegas”.
Dalam kesempatannya bapak Moch. Ardi Prasetiawan selaku Kepala Disperindag Jatim yang juga hadir dalam acara ini menjawab, bahwa peran dan kinerja satgas pangan dinilai sudah sangat membantu dalam mengendalikan komoditi kita. Penerapan peraturan menteri mengenai nilai batas atas dan batas bawah juga menjadi dasar acuan kerja satgas di lapangan, sehingga apabila terjadi lonjakan harga melebihi batas atas, maka akan segera ditindaklanjuti oleh satgas. Data menunjukkan bahwa produsen sudah melepas komoditi dengan harga yang cukup tinggi. Contohnya komoditi cabai rawit, paguyuban petani cabai di Kediri sudah melepas komoditi tersebut di harga Rp. 52.500/Kg. Kemudian Disperindag juga mengkalkulasi kebutuhan distribusi yang juga ikut menjadi beban tertanggung sehingga meningkatkan harga jual komoditi ini.
Menurut rektor UWIKA yang juga merupakan pengamat ekonomi bapak Murpin menyampaikan bahwa pemerintah harus hadir di masyarakat, dalam konteks ini sebagai pelindung konsumen, harus berani berhadapan dengan para produsen dan spekulan. “Nyatakan secara tegas bahwa ‘hargamu wajar’, ‘hargamu sudah tidak wajar’. Sehingga tidak terkesan bahwa segalanya diserahkan ke pasar dan dapat diatur sendiri oleh produsen serta spekulan yang dapat berakibat terciptanya inflasi yang tidak terkendali, income masyarakat stagnan dan akhirnya timbul kesengsaraan. Ini sudah menjadi hal yang darurat untuk segera diselesaikan agar tidak selalu berulang setiap tahunnya. Dan tidak lagi muncul alasan-alasan klasik seperti dampak cuaca ekstrem dan karena menjelang puasa dan lebaran”. Beliau menyentil pihak pemerintah yang terkait dengan hal ini yang berupaya menenangkan warga dengan menginformasikan bahwa jumlah stok komoditi yang aman, beliau meminta supaya dijelaskan secara gamblang bahwa stok aman tersebut adalah memang dampak dari kedaulatan pangan kita yang baik, ataukah karena 75% stok tersebut adalah komoditi yang kita import dari negara lain. “Kita sudah harus swasembada” tegasnya.