Masalah pangan sudah menjadi isu global. Food and Agriculture Organization (FAO), salah satu organisasi PBB yang mengurusi bidang tersebut menyatakan, produksi pangan mesti ditingkatkan 70 persen guna mencukupi kebutuhan populasi dunia. Apalagi fenomena pertambahan penduduk cenderung mengalami peningkatan. Pada 2050, populasi manusia diperkirakan mencapai 9 miliar jiwa.
Hal itu disampaikan Prof. Louie A. Divinagracia, M.Sc., DBA, Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Pelita Harapan (UPH) Surabaya dalam kegiatan Stadium Generale di Universitas Widya Kartika (UWIKA), Kamis, 28 November 2013. “Untuk itu, perlu penanganan serius agar pangan tidak menjadi masalah pelik di kemudian hari,” katanya.
Salah satu tantangan yang mesti dipecahkan adalah terkait penanganan. Ketika bahan pangan meninggalkan ladang, 40 persen dari jumlah yang ada terbuang sia-sia. Entah itu karena penanganan yang kurang baik atau proses distribusi. Bahkan di negara berkembang, jumlah bahan pangan yang terbuang cenderung lebih banyak. Oleh karenanya, perlu kemampuan personal yang cakap dalam food value chain.
Prof. Louie menjelaskan, tantangan lain yang dihadapi dunia ada di sektor perikanan. Dalam laporan tentang perikanan dan budidaya perairan yang dikeluarkan FAO pada 2012, disebutkan bahwa sekitar 30 persen persediaan ikan laut dunia telah terjadi overfishing (eksploitasi berlebihan) pada 2009. “Kondisi itu memperparah kenyataan dan harus segera dicarikan jalan keluar,” tambahnya.
Untuk itu, pria yang juga menjadi Dekan di Fakultas Bisnis UPH Surabaya itu melontarkan strategi penyelesaian. Secara umum ada lima langkah yang bisa dilakukan. Yakni efisiensi, sertifikasi pangan, keamanan pangan, konsistensi kualitas, dan kontinyuitas bahan pangan.
Dia menjabarkan, efisiensi adalah memproduksi bahan pangan pada tempat, waktu, dan jumlah yang tepat. Caranya, produsen mesti melakukan survey atas kebutuhan konsumen. Dari penelitian itu, barulah bisa dipetakan waktu, jenis, dan jumlah bahan yang dibutuhkan.
Terkait sertifikasi, pangan Indonesia harus mampu memenuhi standar kelayakan mutu internasional. Sehingga, produk Indonesia bisa bersaing dengan negara lain. Yang tak kalah penting adalah masalah keamanan pangan. “Hal ini menyangkut jaminan integritas sistem keamanan dan kualitas pangan yang harus dipenuhi petani,” paparnya.
Menyangkut kualitas bahan pangan, Prof. Louie menyebutkan bahwa hal itu akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan konsumen. Jika pembeli percaya, tak akan ada keraguan untuk membeli bahan pangan meskipun harus membayar lebih mahal. Sedangkan soal kontinyuitas, pria berkacamata itu lebih menekankan pada upaya perhatian terhadap masyarakat. “Adanya perjanjian yang fair akan membantu ketersediaan produksi pangan secara berkala,” ujarnya.