Koperasi telah dikenal masyarakat Indonesia sejak sekitar seabad lalu. Prinsip dan azas yang diterapkan dalam lembaga keuangan tersebut dinilai sangat cocok dengan karakter perekonomian bangsa. Sebab, dalam sebuah koperasi ada kebersamaan, gotong royong, dan kekeluargaan.
Hal itu tertuang di makalah Dr. Ir. H. Fattah Jasin, M.S., Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Provinsi Jawa Timur yang disampaikan Drs. M. Zainal Arief, M.M., Sekretaris Dinkop dan UMKM Provinsi Jawa Timur dalam Seminar Nasional “Peran Koperasi Sebagai Pilar Perekonomian Bangsa” di kampus Universitas Widya Kartika Surabaya, 27 Juni 2013. “Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan (politik) cukup kuat karena memiliki landasan konstitusional. Yaitu berpegang pada pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat 1 yang menyebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Dalam penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi,” paparnya.
Dalam kesempatan tersebut, Drs M. Zainal Arief, M.M., juga memaparkan sejumlah data terkait dunia perkoperasian dan UMKM Jawa Timur. Peranan penting UMKM dalam gerak laju perekonomian juga menjadi salah satu bahasan. “Peran penting KUMKM dalam perekonomian Indonesia antara lain mengurangi pengangguran akibat angkatan kerja yang tidak terserap; penyerapan tenaga kerja sebesar 97% oleh KUMKM; dan menjadi penopang daya tahan ekonomi ketika krisis,” urainya.
Sektor KUMKM telah terbukti tangguh. Ketika terjadi krisis ekonomi, hanya sektor KUMKM yang bertahan dari kolapsnya ekonomi. Sementara sektor yang lebih besar justru tumgbang. “Mengapa? Sebab KUMKM tidak banyak memiliki hutang luar negeri; tidak banyak hutang ke perbankan karena dianggap unbankable; lebih banyak menggunakan input dan sumber daya lokal; serta tidak terpengaruh dengan naiknya suku bunga,” tambahnya.
Sementara itu, Dr. Murpin Josua Sembiring, S.E., M.Si., Ketua DPW Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (Akrindo) Provinsi Jawa Timur menyatakan hanya 12% penduduk Indonesia yang menjadi anggota koperasi. Sedangkan di negara tetangga, seperti di Malaysia dan Singapura, jumlahnya lebih banyak. “Di Malaysia sekitar 24% penduduknya adalah anggota koperasi. Lalu di Singapura sekitar 50 %,” ungkapnya. Minimnya minat masyarakat menjadi anggota koperasi tak lebas dari gerak kerja koprasi itu sendiri. Mayoritas, koperasi di Indonesia lebih banyak memilih sektor usaha simpan pinjam. “Padahal, di negara maju, dominasinya berupa koperasi konsumsi,” tambahnya.
Tantangan koperasi di era globalisasi saat ini ialah semakin rendahnya kesadaran masyarakat untuk saling gotong royong melalui koperasi. Hal itu dipicu oleh seiring meningkatnya modernitas dan individualisme.
Adanya dukungan politis dari negara melalui Kementerian Koperasi seharusnya bisa membuat koperasi menjadi mapan, kuat, dan sehat. “Tapi keyataannya, koperasi yang didambakan sebagai ‘soko guru perekonomian nasional,’ saat ini tidak mengalami perkembangan berarti,” katanya.