Berita & Agenda : Monday, 30 August 2010 | 2330 Views |

Dari Cak dan Ning Hingga Poco-poco Serta Jajanan Pasar

KUNJUNGAN 50 mahasiswa dari Hongkong bersama para pembina mereka ke Universitas Widya Kartika (Uwika) Surabaya, Senin, 26 Juli 2010, berlangsung semarak. Kunjungan yang dikemas dalam ‘Uwika Cultural Exchange 2010’ itu semakin mempererat hubungan persahabatan.

Kedatangan para mahasiswa Hongkong itu merupakan rangkaian dari kegiatan sisoal mereka di Indonesia, khususnya Jawa Timur. Mereka berasal dari berbagai universitas di Hongkong dan tergabung dalam sebuah lembaga sosial bernama ME (Medical Education) Care Hongkong.

Mereka mengadakan bakti sosial berupa pengobatan gratis, memberi pejalaran bahasa Inggris dan Mandarin di sebuah pondok pesantren di Bojonegero, Jawa Timur. Sebagian dari mereka ada juga yang berkunjung ke pondok pesantren di Jombang, Jawa Timur.

Uwika menjadi universitas pertama yang dikunjungi sekaligus diajak terlibat dalam bakti sosial itu. Sebanyak tujuh mahasiswa dan seorang dosen dari Uwika mendampingi para mahasiswa dari Hongkong dan pembina mereka selama mengadakan bakti sosial di Bojonegoro.Para mahasiswa Hongkong dan para pembina mereka terlihat terkesima saat mendengar bunyi tetabuhan gamelan yang disajikan oleh para siswa SMP YPPI 2. Alat musik tradisional Jawa itu menjadi pembuka seluruh acara penyambutan kunjungan tamu dari Hongkong itu.

Berbagai acara yang digelar di aula Uwika ini juga menjadi bukti bahwa berbagai perbedaan tidak menjadi penghalang bagi siapa saja untuk merasa menjadi satu keluarga. Suasana akrab dan riang gembira membahana seolah tiada henti dari siang hingga malam hari. Seolah tiada jarak, tetapi sebaliknya, ikatan batin seperti sudah lama terjalin.

Ciri khas kedekatan selera dan gaya sungguh mewarnai kegembiraan para mahasiswa. Para mahasiswa dari Hongkong dengan mudah membaur bersama keluarga besar Uwika. Begitulah kaum muda, mereka mudah akrab, merasa seperjuangan, penuh canda tawa, tak peduli asal usul. Yang ada hanyalah gembira dan tertawa-tawa bersama.

Usai acara formal, yaitu sambutan dari Rektor Uwika, Dr. Ir. Gembong Baskoro, MSc, dan disusul kemudian sambutan dari Mr. So King Kwong, pimpinan rombongan mahasiswa Hongkong, suasana berubah menjadi lebih rileks. Tarian Gambyong yang dipergelarkan oleh seorang mahasiswi dari program studi Bahasa Mandarin kian memikat perhatian para mahasiswa Hongkong.

Bahkan saat menjalang akhir acara, para mahasiswa dari Hongkong minta untuk berfoto bersama dengan si penari Gambyong. Mengapa Tari Gambyong?

Tari Gambyong merupakan tarian khas dari Jawa Tengah. Konon Tari Gambyong tercipta dari nama seorang penari jalanan bernama Gambyong. Penari dengan wajah cantik jelita tersebut hidup pada zaman Sinuhun Paku Buwono IV pada 1788 hingga 1820.

Karena kecantikan dan keahlianya dalam menari, tak heran ia menjadi terkenal. Sejalan dengan berjalanya waktu, akhirnya tarian yang dibawakan oleh Gambyong dikenal dengan nama Tari Gambyong.

Sajian Tari Gambyong kian lengkap setelah sesaat kemudian acara disusul dengan penambilan dari para penyanyi Uwika. Para penyanyi ini melantunkan lagu-lagu daerah diiringi dengan ‘band’ unik. Disebut unik karena diluar gitar, alat musik yang mereka gunakan adalah dua gallon kosong dan satu botol plastik kosong yang diisi beras. Gendang kecil juga digunakan untuk menyemarakkan suasana.

Para penyanyi kreatif ini menyanyikan lagu-lagu daerah secara medley, masing-masing lagu Sipatokaan dari Sulawesi Utara, Yamko Rambe Yamko dari Papua, Rek Ayo Rek dari Surabaya – Jawa Timur, Sowe Ora Jamu dari Yogyakarta – Jawa Tengah.

Tepuk tangan dan lontaran kata-kata penuh keheranan tiba-tiba seperti membelah aula Uwika ketika dua mahasiswa dari Hongkong muncul di panggung. Mereka terdiri dari cowok dan cewek. Si cowok bernama Jhonny dan si cewek bernama Sunny. Apa apa dengan mereka?

Dandanan merekalah yang ternyata membuat suasana bertambah gegap gempita. Keduanya muncul di panggung dengan busana tradisional Suroboyoan. Mereka seorah sedang memperebutkan tropi duta pariwisata Surabaya, yakni gelar Cak dan Ning.

Jhonny berdandan ala Cak dan Sunny menjadi Ning. Sungguh penampilan yang menawan. Meskipun bingung bagaimana harus berjalan dan menyapa hadirin dengan cara Cak dan Ning, keadaan ini justru memancing gelak tawa dari para hadirin. Jhonny dan Sunny terlihat kikuk dan tolah-toleh saat berdiri di depan hadirin dan kemudian menyapa mereka dengan cara mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada sambil membungkukan badan. Sejumlah mahasiswa Uwika dari sisi kiri panggung harus memandu dua ‘model dadakan’ yang memeragakan Cak dan Ning itu.

Suasana makin semarak ketika Cak dan Ning dari Hongkong itu kemudian turun panggung. Para penonton sempat mengira Jhonny dan Sunny telah selesai menunaikan tugasnya setelah tiga kali bolak-balik berjalan di panggung ‘catwalk’.

Perkiraan para hadirin meleset. Jhonny dan Sunny ternyata belum menyelesaikan tugasnya. Keduanya ‘dikerjai’ oleh panitia untuk berjalan-jalan di sela-sela tempat duduk para hadirin. Cak dan Ning dadakan ini bahkan harus berjalan berkeliling di antara para undangan itu sebanyak dua kali.

Kesempatan ini rupanya tidak disia-siakan oleh teman-teman Jhonny dan Sunny. Mereka memanfaatkan momen itu dengan berebut untuk berfoto bersama. Sunny tak henti-hentinya harus mengumbar senyum. Demikian juga dengan Jhonny yang rupanya dia sebenarnya bukanlah termasuk tipe cowok yang murah senyum.

Goyang Poco-poco

Syair lagu Poco-poco segera mengubah suasana menjadi kian heboh. Sepuluh mahasiswa Uwika dengan lincah dan terampil tampil di panggung dan manari Poco-poco. Lagu Poco-poco dari Minahasa ciptaan Arie Sapulette yang dipopulerkan oleh Yopie Latul itu membuat aula Uwika seolah ikut bergoyang.

Tarian Poco-poco yang relatif mudah dihapalkan memang bisa menjadi alat perekat suasana kegembiraan dan kekeluargaan. Apalagi lirik dan irama lagu Poco-poco yang rancak dan lincah itu juga segera membangkitkan gairah hidup untuk selalu bergembira.

Tarian Poco-poco menjadi bertambah indah ketika para penari sambil menggoyang-goyangkan badan dari bibir mereka juga keluar lirik Poco-poco :

Balenggang pata pata
Ngana pegoyang pica pica
Ngana pebody poco poco
Cuma ngana yang kita cinta
Cuma ngana yang kita sayang
Cuma ngana suka bikin pusing
Balenggang pata pata
Ngana pegoyang pica pica
Ngana pebody poco poco
Cuma ngana yang kita cinta
cuma ngana yang kita sayang
cuma ngana suka bikin pusing
Ngana bilang kita na sayang
Rasa hati ini malayang jauh dija dija
Biar ngana kita pebayang
Biar na bikin layang layang
Cuma ngana yang kita sayang

Suasana aula Uwika akhirnya benar-benar bergoyang ketika para penari mengajak Rektor Gembong Baskoro, Wakil Rektor Dra. Felicia O Dien Koeswanto dan segenap pimpinan rombongan dan para mahasiswa dari Hongkong untuk menjadi penari dadakan dan ikut bergoyang Poco-poco. Gelak tawa kembali membelah suasana ketika para penari dadakan itu harus berjuang keras dalam waktu singkat bisa menari Poco-poco.

Tak jarang karena salah gerak membuat para penari asli dan para penari dadakan itu bertabrakan. Gerak yang seharusnya ke belakang, para penari dadakan bergerak ke arah depan. Gerak yang seharusnya menyamping ke kiri, para penari dadakan bergerak ke arah kanan.

Tapi karena berbagai gerak yang terlihat agak kacau itulah yang justru membuat suasana menjadi semakin menarik. Tak sedikit penonton yang tampak menahan geli dan harus terpingkal-pingkal menyaksikan semua kejadian itu.

Irama lagu Poco-poco rupanya memang sungguh menawan untuk didengarkan sambil bergoyang. Para penari harus sampai empat putaran lagu Poco-poco mengajar para penari dadakan itu. Mereka seoalah tak punya lelah.

Hanya waktu juga yang akhirnya harus menyudahi lagu dan goyang Poco-poco, untuk kemudian dipadati dengan acara-acara berikutnya.

Rasa lelah terasa mendadak lenyap saat usai bergoyang Poco-poco, seluruh hadirin disilakan untuk menikmati jajanan pasar dan minum es dawet ayu. Kesegaran es dawet ayu segera membasahi kerongkongan.

Sajian jajanan pasar seperti wajik, kue tok, tahu isi, lumpia, lemper, pudding, lapis, gethuk, wingko, othok-othok, dan lain-lain bisa mengisi perut yang mulai terasa perih karena menahan lapar sejak siang hari.